Kerangka Pikir Aksesibilitas
Beberapa kerangka pikir untuk mewujudkan aksesibilitas digital secara umum, dan web secara khusus.
Di artikel ini
Pengertian Aksesibilitas Web
Aksesibilitas web mengacu pada praktik membuat situs web dan aplikasi daring dapat digunakan oleh semua orang, termasuk mereka yang memiliki berbagai jenis disabilitas. Hal ini melibatkan riset, desain, dan pengembangan untuk memastikan bahwa pengguna dengan keterbatasan fisik, visual, pendengaran, kognitif, maupun neurologis dapat berinteraksi dan mengakses informasi secara efektif.
Aksesibilitas web mencakup beberapa aspek, seperti:
- Navigasi: Memastikan pengguna dapat menjelajahi situs dengan mudah menggunakan papan tombol (keyboard), pembaca layar(screen reader), atau perangkat bantu lainnya.
- Konten: Memberikan teks alternatif untuk gambar, transkrip untuk audio, dan takarir (subtitle) untuk video.
- Desain: Menggunakan warna, kontras, dan tipografi yang dapat dibaca oleh orang dengan gangguan penglihatan.
- Fungsionalitas: Membuat elemen interaktif seperti formulir dan tombol dapat diakses oleh semua pengguna.
The power of the Web is in its universality. Access by everyone regardless of disability is an essential aspect.
Pentingnya Aksesibilitas Web
Web berkembang menjadi sumber yang sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan. Termasuk di dalamnya layanan dan informasi pemerintahan, pendidikan dan pelatihan, perdagangan, berita, interaksi kerja, partisipasi publik, layanan kesehatan, hiburan, dan lain-lain. Berikut adalah beberapa hal terkait pentingnya aksesibilitas web.
Inklusivitas
Aksesibilitas web memastikan bahwa semua orang, terlepas dari kemampuan fisiknya, dapat mengakses informasi dan layanan daring secara efektif. Ini adalah hak asasi manusia, dan mewujudkannya juga menunjukkan komitmen terhadap kesetaraan dan inklusi.
Kepatuhan Hukum
Banyak negara memiliki undang-undang dan regulasi yang mengharuskan situs web untuk memenuhi standar aksesibilitas tertentu, seperti Americans with Disabilities Act (ADA) dan Web Content Accessibility Guidelines (WCAG) di Amerika Serikat. Pihak penyedia layanan digital akan mendapat konsekuensi hukum apabila tidak mematuhinya. Misalnya saja situs resmi milik Beyonce yang pernah mendapat tuntutan hukum terkait dukungan aksesibilitas pada situs web tersebut. Sayangnya, sepanjang pengetahuanku, belum ada peraturan pemerintah ataupun undang-undang di Indonesia yang mengatur tentang aksesibilitas digital secara umum, apalagi aksesibilitas web.
Keuntungan Bisnis
Situs web yang dapat diakses oleh lebih banyak orang berarti menjangkau audiens yang lebih luas. Ini dapat meningkatkan jumlah pengguna, pelanggan, dan pada akhirnya, pendapatan.
SEO
Praktik aksesibilitas yang baik sering kali beriringan dengan optimisasi mesin pencari (SEO). Misalnya, penggunaan teks alternatif pada gambar tidak hanya membantu pengguna difabel, tetapi juga mesin pencari dalam mengindeks konten gambar tersebut.
Kerangka Pikir Aksesibilitas
Untuk mewujudkan aksesibilitas digital secara umum dan aksesibilitas web secara khusus, ada beberapa kerangka pikir (mindsets) yang dapat diadopsi oleh tim riset, desain, dan pengembangan. Kerangka pikir ini membantu memastikan bahwa aksesibilitas menjadi bagian terstruktur dari setiap tahap proses pengembangan, dari konsep hingga implementasi. Berikut adalah beberapa kerangka pikir tersebut.
1. Aksesibilitas Dimulai dengan Empati
Sebelum terjun langsung untuk mengulik standar aksesibilitas seperti WCAG, kita harus memulainya dengan empati. Kita perlu memahami dan merasakan apa yang dialami oleh pengguna difabel saat menggunakan web. Melibatkan diri dalam pengalaman pengguna, baik melalui pengujian langsung maupun interaksi dengan teman difabel, memberikan wawasan yang mendalam tentang kebutuhan mereka. Ini membantu kita merancang solusi yang benar-benar inklusif.
Kita juga bisa melakukan beberapa aktivitas imersif untuk meningkatkan empati kita terhadap pengguna dengan disabilitas saat menggunakan web, di antaranya:
- Jelajahi situs web, baik yang sudah maupun yang belum familiar, dengan mata tertutup.
- Jelajahi situs web tanpa menggunakan tetikus (mouse).
- Jelajahi situs web dengan memperbesar ukuran huruf hingga 200%.
- Jelajahi situs web dengan memperbesar jarak antar baris (line spacing).
Saat melakukan aktivitas tersebut, coba perhatikan:
- Apakah sulit atau mudah untuk mengetahui elemen mana yang sedang disorot?
- Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk berpindah dari satu elemen ke elemen yang dituju?
- Apakah ada teks yang terpotong dan tidak terlihat sebagian atau seluruhnya?
- Apakah ada teks, gambar, atau konten lainnya yang saling tumpang tindih?
- Apakah semua tombol, kolom inputan, dan kontrol formulir dapat dioperasikan?
- Apakah gulir (scroll) horizontal dan vertikal diperlukan untuk bisa membaca suatu kalimat?
Kita juga bisa menggunakan beberapa alat bantu untuk memberikan pengalaman imersif seperti Project Lima.
2. Disabilitas adalah Spektrum
Saat kita berbicara tentang aksesibilitas, penting untuk memahami bahwa disabilitas juga bukanlah satu kondisi yang sama untuk semua orang. Disabilitas bukan suatu hal yang biner. Kita tidak bisa menganggap bahwa seseorang sudah pasti memiliki atau tidak memiliki disabilitas. Disabilitas adalah spektrum, artinya ada berbagai macam kondisi dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut tentang konsep ini:
-
Keragaman dalam Disabilitas
Disabilitas mencakup berbagai macam kondisi, mulai dari disabilitas fisik (misalnya, kesulitan berjalan, gangguan penglihatan atau pendengaran), disabilitas kognitif (misalnya, kesulitan belajar, ADHD), disabilitas mental (misalnya, depresi, kecemasan), hingga disabilitas sensorik (misalnya, sensitivitas terhadap suara, cahaya, atau gerakan). Setiap kondisi membawa tantangan unik yang perlu dipahami dan diakomodasi.
-
Tingkat Keparahan yang Berbeda
Setiap orang dengan disabilitas mungkin mengalami tingkat keparahan yang berbeda. Contohnya, dua orang dengan gangguan motorik mungkin memiliki kebutuhan yang sangat berbeda; satu mungkin hanya membutuhkan sedikit bantuan untuk tugas-tugas tertentu, sementara yang lain mungkin memerlukan dukungan penuh.
-
Situasi yang Berubah-ubah
Kondisi disabilitas seseorang bisa berubah-ubah. Ada orang yang mengalami disabilitas sementara akibat cedera atau penyakit, dan ada juga yang mengalami penurunan kemampuan secara bertahap seiring bertambahnya usia. Orang yang sedang menyetir juga bisa kita katakan meiliki disabilitas karena tidak bisa menggunakan telepon genggam. Situasi yang berubah-ubah ini memerlukan pendekatan yang fleksibel dalam menciptakan aksesibilitas.
Memahami bahwa disabilitas adalah spektrum membantu kita melihat setiap pengguna sebagai individu dengan kebutuhan unik. Ini mendorong kita untuk menciptakan solusi yang lebih fleksibel dan inklusif.
3. Disabilitas adalah Bagian Normal dari Keragaman Manusia
Juwita adalah seorang pekerja lepas penulis konten yang juga merupakan penyandang disabilitas netra. Pada video yang dibuat oleh Suarise ID berikut, Juwita mendemonstrasikan bagaimana dia melakukan transfer uang dengan aplikasi finansial pada gawai miliknya secara mandiri.
Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan dalam diskusi tentang aksesibilitas adalah mengubah pandangan umum bahwa kemampuan teman difabel untuk mengoperasikan gawai mereka secara mandiri adalah sesuatu yang luar biasa atau mengagumkan. Padahal, bagi banyak teman difabel, gawai adalah alat bantu yang esensial dalam kehidupan sehari-hari. Mereka menggunakan gawai untuk berkomunikasi, bekerja, belajar, dan berinteraksi dengan dunia, sama seperti orang lain. Menganggap kemampuan ini sebagai sesuatu yang luar biasa justru bisa merendahkan kemampuan mereka dan memperkuat stereotip bahwa disabilitas adalah kelemahan.
Kemampuan teman difabel untuk mengoperasikan gawai tidak lepas dari kemajuan teknologi. Fitur-fitur seperti pembaca layar (screen reader), kontrol suara (voice control), dan alat bantu lainnya memungkinkan mereka untuk menggunakan gawai dengan efektif. Teknologi ini dirancang untuk membuat kehidupan sehari-hari lebih mudah dan inklusif bagi semua orang. Oleh karena itu, penggunaan gawai oleh teman difabel harus dilihat sebagai hasil dari desain dan pengembangan teknologi yang inklusif, bukan sebagai pencapaian luar biasa individu.
Kita harus belajar untuk menghargai kemandirian teman difabel tanpa memandangnya sebagai sesuatu yang luar biasa. Kemandirian ini adalah hasil dari adaptasi, keterampilan, dan teknologi yang tepat. Daripada memuji mereka secara berlebihan, kita sebaiknya mendukung dan mendorong pengembangan teknologi yang lebih inklusif dan memastikan bahwa lingkungan di sekitar mereka mendukung kemandirian ini.
Narasi sosial tentang kemampuan teman difabel dalam menjalani aktivitasnya perlu berubah dari melihatnya sebagai sesuatu yang luar biasa menjadi melihatnya sebagai bagian normal dari keragaman manusia. Ketika kita berhenti memandang penggunaan teknologi oleh orang dengan disabilitas sebagai sesuatu yang luar biasa, kita mulai menciptakan lingkungan yang lebih inklusif.
4. Disabilitas adalah Desain yang Tidak Sesuai
Banyak orang yang berpikir bahwa disabilitas adalah karakteristik dari seseorang. Misalnya, Budi itu seorang disabilitas karena dia mengandalkan kursi roda untuk mobilitas; Andri itu disabilitas karena memiliki keterbatasan penglihatan; Marni itu disabilitas karena tidak bisa mendengar sama sekali. Pemikiran ini sering disebut sebagai “medical model” dari disabilitas.
Namun, mari kita berpikir pada perspektif yang berbeda. Bayangkan jika:
- Hampir semua orang menggunakan kursi roda, sehingga telepon umum ditempatkan di posisi yang rendah.
- Semua buku di perpustakaan itu menggunakan huruf braille (tanpa teks).
- Teller di bank hanya menggunakan bahasa isyarat.
Dalam perspektif tersebut, orang tanpa kursi roda akan dirugikan karena kesulitan dalam menggunakan telepon umum (harus menunduk). Orang dengan penglihatan normal yang tidak paham huruf braille juga tidak bisa membaca buku yang ada di perpustakaan tersebut. Konsumen yang tidak paham bahasa isyarat tidak bisa mendapatkan pelayanan dari pihak bank.
Jadi, poin utamanya adalah bukan tentang kemampuan atau ketidakmampuan seseorang, melainkan tentang desainnya. Desain yang buruk akan menyebabkan ketidakberdayaan (disabling). Sebaliknya, ketika desain (dan kode) bisa menyediakan fleksibilitas untuk memenuhi kebutuhan semua pengguna, hal tersebut jadi memberdayakan (enabling). Hal inilah yang disebut “social model” dari disabilitas.
5. Mulai dari Satu, Lalu Perluas
Mulailah dengan fokus pada satu jenis disabilitas, lalu perlahan-lahan perluas untuk mencakup jenis disabilitas lainnya. Misalnya, pertama pastikan situs web bisa diakses oleh pengguna dengan gangguan penglihatan. Setelah itu, lanjutkan dengan gangguan pendengaran, motorik, atau kognitif. Pendekatan ini membantu kita lebih fokus dan efektif dalam menerapkan solusi aksesibilitas.
Mulailah dengan fokus pada satu alur utama dari web atau aplikasi yang kita kembangkan. Ini memungkinkan kita untuk melakukan pengujian yang lebih mendalam dan mendapatkan umpan balik langsung dari pengguna. Setelahnya, perluas solusi aksesibilitas pada alur-alur lainnya.
6. Shift Left
Secara umum, Shift Left berarti kita harus memikirkan aksesibilitas sejak tahap awal pengembangan produk, bukan di akhir. Ini berarti aksesibilitas menjadi bagian dari pengambilan keputusan pada setiap tahap pengembangan produk.
Daripada menunggu sampai tahap akhir untuk memikirkan aksesibilitas, kita harus mulai memikirkannya sejak awal, yaitu mulai tahap analisis. Dengan mengintegrasikan aksesibilitas sejak awal, kita bisa lebih cepat menemukan dan memperbaiki masalah. Misalnya, jika kita mendesain halaman web dengan memikirkan navigasi papan tombol sejak awal, kita bisa segera melihat apakah ada masalah dengan elemen yang tidak bisa diakses tanpa tetikus. Ini membantu kita memperbaiki masalah sebelum terlalu jauh dalam proses pengembangan produk.
Dengan Shift Left, kita melakukan pengujian aksesibilitas secara terus-menerus. Misalnya, setiap kali kita menyelesaikan fitur baru, kita segera mengujinya untuk memastikan sudah aksesibel. Ini membantu kita memastikan bahwa seluruh produk akhir akan aksesibel.
Dengan mengintegrasikan aksesibilitas sejak awal, semua anggota tim – dari periset, desainer, pengembang, hingga tester – akan lebih sadar tentang pentingnya aksesibilitas. Ini menciptakan budaya kerja yang lebih inklusif dan kolaboratif, di mana setiap orang merasa bertanggung jawab untuk memastikan produk yang mereka buat dapat diakses oleh semua orang.
Pada arsitektur kode yang umum digunakan, biasanya kita memiliki pustaka komponen (component library) yang merupakan kumpulan komponen dasar seperti tombol, teks, dan dialog. Komponen-komponen tersebut nantinya akan dikomposisikan menjadi komponen yang lebih spesifik pada suatu fitur atau produk (app component). Suatu halaman (app page) bisa terdiri dari beberapa app component. Kita juga bisa menerapkan Shift Left pada arsitektur kode tersebut, yaitu dengan mengintegrasikan aksesibilitas mulai dari pustaka komponen. Dengan begitu, penerapan aksesibilitas pada app component dan app page bisa lebih terjamin dan memerlukan lebih sedikit usaha apabila diperlukan.
7. Aksesibilitas adalah Perjalanan, Bukan Tujuan Akhir
Aksesibilitas adalah perjalanan yang berkelanjutan, bukan tujuan akhir yang tetap. Teknologi terus berkembang, begitu juga kebutuhan dan harapan pengguna. WCAG sebagai standar dan pedoman aksesibilitas web juga berkembang. Komitmen terhadap aksesibilitas memerlukan evaluasi dan peningkatan terus-menerus. Dengan menerapkan kerangka pikir ini, kita dapat terus beradaptasi dan memastikan bahwa produk yang kita kembangkan tetap inklusif seiring waktu. Perbarui pengetahuan, pelajari praktik terbaik baru, dan aktif terlibat dengan komunitas aksesibilitas untuk memastikan bahwa upaya kita selalu relevan dan efektif.
8. Aksesibilitas adalah Persyaratan, Bukan Fitur
Aksesibilitas bukanlah fitur yang bisa ditambahkan belakangan. Ini adalah hal mendasar yang harus ada dari awal. Bayangkan aksesibilitas sebagai fondasi sebuah bangunan. Tanpa fondasi tersebut, bangunan tidak akan bisa digunakan dengan baik oleh semua orang. Dengan menjadikannya sebagai kewajiban, kita memastikan bahwa semua pengguna mendapatkan pengalaman yang setara.
9. Nothing About Us Without Us
Kerangka pikir yang terakhir ini sengaja aku tulis dengan Bahasa Inggris agar mudah diingat. Kerangka pikir ini menekankan pentingnya melibatkan teman difabel dalam setiap tahap pengembangan produk. Nothing About Us Without Us berarti bahwa keputusan tentang aksesibilitas tidak boleh dibuat tanpa melibatkan mereka yang akan menggunakannya. Libatkan teman difabel dari tahap analisis hingga pengujian dan evaluasi. Umpan balik mereka sangat berharga untuk menciptakan solusi yang benar-benar inklusif.
Kesimpulan
Membangun pengalaman digital yang inklusif membutuhkan lebih dari sekadar memahami dan mematuhi standar. Tulisan ini mengeksplorasi 9 kerangka pikir untuk mewujudkan aksesibilitas pada produk digital yang kita kembangkan, mulai dari memahami disabilitas sebagai bagian normal dari keberagaman manusia hingga menerapkan prinsip desain berpusat pengguna seperti ‘Nothing About Us Without Us’. Dengan mengadopsi pendekatan ini, kita dapat menciptakan produk yang tidak hanya aksesibel, tetapi juga menyenangkan dan memberdayakan bagi semua pengguna.
Demikian, terima kasih telah mampir ke sini. Semoga bermanfaat, Ya!